NASA’s Space Launch System: Human Space Exploration

ppr-revolution.com – The Space Launch System (SLS), developed by NASA, represents a colossal step forward in human space exploration. As the most powerful rocket in the world, SLS is designed to take astronauts farther than ever before, opening new possibilities for deep space missions. This article delves into the capabilities, significance, and future plans of the SLS, showcasing how it is poised to become the backbone of America’s deep space exploration program.

The Powerhouse of Space Exploration:
The SLS is not just a rocket; it’s a marvel of engineering and a testament to human ambition. With its ability to lift more mass into space than any other rocket in history, the SLS is designed to carry the Orion spacecraft, astronauts, and cargo to the Moon, Mars, and beyond. The initial configuration of the SLS, known as Block 1, is capable of lifting 70 metric tons to low-Earth orbit, with future iterations aiming for even greater capacities.

A Vehicle for Deep Space:
The SLS is integral to NASA’s Artemis program, which aims to return humans to the Moon and establish a sustainable presence there by the end of the decade. The rocket will launch the Orion spacecraft on a journey that will take astronauts farther than they have ever traveled, enabling them to orbit the Moon and eventually land on its surface. The SLS is also the key to future Mars missions, providing the necessary power to send humans on the journey to the Red Planet.

Innovation and Sustainability:
The development of the SLS incorporates cutting-edge technologies and sustainable practices. The rocket’s core stage is powered by four RS-25 engines, which are partly derived from the Space Shuttle’s main engines. This not only leverages previous investments in space technology but also demonstrates NASA’s commitment to environmental stewardship. The SLS also features solid rocket boosters, the largest ever built, which are reusable and recoverable, contributing to a more sustainable approach to space exploration.

A Global Partnership:
The SLS is not just an American endeavor; it is a global project that involves international partners and suppliers. This collaborative approach ensures that the best minds and technologies from around the world contribute to the success of the SLS and its missions. The Artemis program, in particular, is an international effort, with countries from Europe, Canada, Japan, and other partners contributing to the development of the Orion spacecraft and other components of the mission.

The Future of Space Exploration:
The SLS is a critical component of NASA’s long-term vision for space exploration. As the agency looks to the Moon, Mars, and beyond, the SLS will be the workhorse that enables these ambitious missions. The rocket’s development is ongoing, with plans for upgrades and enhancements that will increase its payload capacity and efficiency. The SLS Block 1B, for example, will feature the Exploration Upper Stage, which will provide additional propulsion for more complex missions.

Conclusion:
The Space Launch System is more than a rocket; it is a symbol of human ingenuity and a tool for expanding our knowledge of the universe. As NASA continues to push the boundaries of what is possible, the SLS stands ready to carry the hopes and dreams of humanity to the stars. With each launch, the SLS will not only advance scientific discovery but also inspire future generations to reach for the stars. The SLS is not just the next giant leap for NASA; it is a giant leap for all of humanity as we venture into the cosmos.

Penjelajah Perseverance NASA Temukan Batu Berwarna di Mars, Tanda Potensial Sejarah Geologi Planet

ppr-revolution.com – Penjelajah Perseverance milik NASA telah menemukan sebuah batu berwarna di Kawah Jezero di planet Mars, menandai kali pertama penemuan seperti ini selama masa eksplorasi Mars yang panjang.

Deskripsi Temuan:
Dinamai “Atoko Point,” batu ini menarik perhatian karena warna terangnya yang kontras dengan batu-batu gelap di sekitarnya di kawasan kawah Gunung Washburn. Penemuan ini pertama kali diperhatikan dalam serangkaian 18 gambar yang diambil pada tanggal 27 Mei. Dengan ukuran lebar 45 cm dan tinggi 35 cm, Atoko Point diidentifikasi mengandung mineral piroksen dan feldspar berdasarkan analisis dari instrumen SuperCam dan Mastcam-Z pada rover.

Hipotesis Asal-usul Batu:
Tim peneliti mengusulkan bahwa batu ini mungkin telah tertransportasi dari lokasi lain di planet ini oleh aliran sungai purba, atau mungkin telah terbentuk di bawah tanah oleh aktivitas magma dan kemudian terungkap melalui proses erosional.

Komentar Ahli:
Brad Garczynski dari Western Washington University di Bellingham, pemimpin penelitian, menyatakan bahwa temuan di Gunung Washburn menunjukkan variasi tekstur dan komposisi yang signifikan. “Bebatuan ini membawa warisan geologi yang bisa saja berasal dari tepian kawah atau lebih jauh lagi,” ujarnya, mengutip Live Science.

Prospek Penemuan Selanjutnya:
Para ilmuwan menambahkan bahwa meskipun Atoko adalah batu berwarna pertama yang teridentifikasi di Mars, hampir pasti akan ada lebih banyak penemuan serupa seiring Perseverance melanjutkan eksplorasinya di tepi Kawah Jezero.

Misi Perseverance:
Sejak mendarat di Mars pada Februari 2021, Perseverance telah menjelajahi Kawah Jezero, yang diduga merupakan bekas danau purba. Tujuan utama rover adalah untuk menemukan bukti kehidupan purba, dan telah mengumpulkan 24 sampel geologi untuk dianalisis lebih lanjut.

Fokus Eksplorasi Saat Ini:
Saat ini dalam tahap keempat eksplorasinya, Perseverance berfokus pada pencarian mineral karbonat dan olivin di tepi kawah. Pengamatan atas mineral ini dapat mengungkapkan tingkat karbon dioksida Mars di masa lalu, memberikan wawasan tentang iklim historis planet tersebut. Karbonat juga dikenal sebagai mineral yang baik untuk mengawetkan fosil.

Baru-baran ini, Perseverance mengambil jalur alternatif dari Gunung Washburn menuju “Bright Angel,” area dalam Neretva Vallis, saluran sungai purba yang mengalir ke Kawah Jezero. Tim akan menentukan apakah akan mengambil sampel inti batuan saat mereka menyurvei wilayah baru tersebut.

NASA Batalkan Spacewalk di ISS Akibat Kebocoran Cairan Pendingin

ppr-revolution.com – NASA terpaksa membatalkan misi berjalan di luar angkasa (spacewalk) yang dijadwalkan pada Senin, 24 Juni, di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) karena adanya kebocoran cairan pendingin pada pakaian antariksa. Dua astronaut, Tracy Caldwell Dyson dan Mike Barrat, yang seharusnya menjalankan misi 6,5 jam tersebut, diinstruksikan oleh Mission Control untuk membatalkan misi pada pukul 08.52 EDT.

Kronologi Kejadian:
Kedua astronaut telah mengaktifkan daya internal pada pakaian mereka pada pukul 08.46 pagi, yang secara teknis menandai dimulainya spacewalk. Namun, hanya beberapa saat kemudian, mereka harus kembali ke ISS dan operasi dihentikan pada pukul 09.51 pagi EDT.

Penyebab Teknis:
Selama persiapan spacewalk, kedua astronaut melaporkan adanya kebocoran air yang signifikan saat mereka mengalihkan pakaian ke daya internal. Kebocoran ini berasal dari Service and Cooling Umbilical (SCU) pada pakaian Dyson, yang bertugas menghubungkan pakaian ke airlock ISS selama persiapan akhir. Meskipun situasi ini tidak membahayakan nyawa astronaut, NASA memutuskan untuk membatalkan misi untuk mencegah risiko lebih lanjut.

Deskripsi Insiden oleh Astronaut:
Dyson mendeskripsikan kondisi sebagai, “Saya bisa melihat kristal es mengalir di luar sana, dan kemudian seperti mesin salju, es terbentuk di pelabuhan di SCU.” Butch Wilmore, astronaut lain yang ikut dalam siaran langsung NASA, menggambarkan kejadian tersebut sebagai “badai salju yang cukup mengesankan.”

Dampak pada Jadwal Spacewalk:
Ini bukan kali pertama misi spacewalk ditunda. Sebelumnya, pada 13 Juni, sebuah spacewalk juga ditunda karena masalah ketidaknyamanan pada pakaian antariksa. Kejelasan mengenai jadwal spacewalk berikutnya pada 2 Juli masih belum ditentukan.

Durasi Spacewalk:
Meskipun misi dibatalkan, durasi teknis spacewalk tercatat 31 menit, yang dihitung dari aktivasi daya internal hingga proses penekanan ulang airlock. Akumulasi waktu EVA Tracy Dyson kini total 23 jam dan 20 menit dalam empat kali spacewalk, sedangkan Mike Barratt total mencatat 5 jam dan 37 menit dalam tiga kali EVA.

Insiden ini menyoroti pentingnya keselamatan dalam operasi luar angkasa dan keandalan peralatan yang digunakan. NASA akan terus mengevaluasi dan memperbaiki protokol untuk memastikan keamanan seluruh kru di masa mendatang.